Thursday, July 17, 2008

Minta Ganti Rugi Rp900 Juta


Jumat, 26 Januari 2007
Nelayan Demo DPRD dan Pemko

BATAM CENTRE-Nelayan yang tinggal di sepanjang pantai Batam Centre dan Nongsa menuntut Pemko Batam memberikan ganti rugi kepada mereka senilai Rp900 juta. Ganti rugi itu sebagai kompensasi atas tercemarnya laut tempat mereka mencari ikan oleh minyak hitam (sludge oil) yang tergolong bahan beracun dan berbahaya.

Tuntutan itu disampaikan sekitar 50 orang nelayan pada demonstrasi yang digelar di Kantor DPRD Kota Batam dan Kantor Walikota Batam, Kamis (25/1). Pada aksi unjuk rasa tersebut, para nelayan didampingi Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Amdal yang diketuai oleh Lebrata.

Dalam orasinya, para pengunjukrasa menyatakan ribuan nelayan terpaksa berhenti melaut sejak beberapa hari lalu, menyusul tercemarnya laut tempat mereka mencari ikan. Mereka mengaku yang berasal dari Sambau, Kampung Terih, Nongsa Pantai, Kampung Pantai Belian dan Kampung Tua Belian.

Aksi damai yang dimulai pada pukul 10.00 WIB tersebut diawali dari Kantor DPRD Kota Batam. Saat tiba di halaman gedung dewan ini, rombongan nelayan langsung berorasi, menumpahkan keluh kesah atas persoalan pencemaran laut yang mereka hadapi sejak beberapa pekan belakangan.

Mereka meminta DPRD Kota Batam memperjuangkan nasib nelayan yang terkena imbas tumpahan minyak hitam serta meminta DPRD untuk membantu nelayan meminta santunan kepada Pemko Batam.

Nelayan membawa tiga helai pakaian yang belepotan minyak hitam serta membawa spanduk yang berisikan permintaan memecat Kepala Bapedal Kota Batam Mawardi Badar serta mencabut izin tiga perusahaan tank cleaning yang ada di Batam

Para demonstan disambut Ketua Komisi III DPRD Kota Batam Edi Robert dan anggota Komisi I DPRD Kota Batam Ruslan Kasbulatov.

"Sampai hari ini, tumpahan minyak hitam itu belum juga dibersihkan. Akibatnya kami tidak bisa melaut. Kalau pun memaksa ke laut hasilnya pun nihil. Jadi hanya pecuma saja. Peralatan untuk menangkap ikan kami semuanya terkena minyak hitam, baik perahu ataupun jala untuk menangkap ikan. Kami para nelayan selama ini sangat menggantungkan hidup kami dari hasil laut. Jika kami tidak bisa melaut kami mau makan apa?" ujar Ketua RW 01 Kampung Belian Tua Rusiman Amir mengadu kepada anggota DPRD Kota Batam, Kamis ( 25/1).

Rusiman menyebutkan bahwa dirinya bersama dengan para nelayan lainnya meminta agar Pemko Batam memberikan santunan kepada mereka sebagai bekal bagi mereka untuk bertahan hidup. Pasalnya selama limbah minyak hitam tersebut tidak dibersihkan maka para nelayan tetap tidak bisa melaut.

Permintaan yang sama juga di lontarkan oleh Ketua LSM AMDAL Lebrata yang meminta pemko sebagai pihak yang bertanggungjwab dengan terjadinya tumpahan minyak hitam tersebut. Hal ini disebabkan karena Bapedal Kota Batam tidak bisa melaksanakan fungsinya sebagaimana mestinya.

"Kita minta agar pemko bersedia memberikan santunan kepada para nelayan yang terkena dampak minyak hitam serta meminta agar izin tiga perusahaan tank cleaning dicabut. Karena DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat. Kami minta agar DPRD memfasilitasi keinginan dari para nelayan ini," ucapnya.

Sementara itu Ketua Komisi III DPRD Kota Batam Edi Robert mengungkapkan, kaget dengan aksi unjuk rasa yang dilakukan oleh warga kampung belian. Pasalnya ketika dilakukan sidak tumpahan minyak hitam tersebut hanya mengenai tumbuhan bakau yang ada di tepi pantai dan tidak lagi tersebar di laut. Ia tidak menduga jika tumpahan minyak hitam tersebut sudah memiliki dampak yang sangat parah kepada para nelayan apalagi sampai menyebabkan para nelayan tidak bisa melaut.

"Saya tidak menyangka jika dampak yang dikenakan dari tumpahan minyak hitam tersebut sudah semakin parahnya sampai- sampai para nelayan tidak bisa melaut. Besok saya dan Kepala Bapedal akan turun lagi ke lokasi," katanya.

Pentolan dari Partai Golkar ini juga menegaskan bahwa Pemko Batam tidak dibenarkan mengeluarkan izin tank cleaning di Batam. Jika hal itu terbukti maka Walikota Batam diminta bersikap tegas kepada pegawainya yang telah mengeluarkan izin tank cleaning tersebut.

"Izin tank cleaning itu sama sekali tidak dibenarkan dikeluarkan di Batam. Jika ada perusahaan tank cleaning yang mendapat izin di Batam kita patut pertanyakan izinnya dari mana saja. Kalau yang mengelurkan Pemko Batam maka kita minta agar Walikota dapat bersikap tegas kepada bawahannya yang mengeluarkan izin tersebut," tuturnya.

Sementara itu anggota komisi I DPRD Kota Batam Ruslan Casbulatov menyebutkan agar perwakilan masyarakat yang terkena dampak minyak hitam membuat laporan kepada pihak kepolisian.

Di Pemko Batam

Selesai menggelar demo di Kantor DPRD Kota Batam, rombongan nelayan langsung melanjutkan unjuk rasa ke Kantor Walikota Batam. Setelah beberapa menit berorasi, mengacungkan spanduk dan poster, para pendemo diterima oleh Kepala Bapedalda Kota Batam Mawardi Badar.

Pada pertemuan itu Ketua LSM Amdal, Lebbrata mengatakan apa yang menjadi tuntutan masyarakat nelayan tersebut belum berarti, jika dibandingkan dengan kerugian yang mereka terima. Nelayan tidak bisa melaut, sehingga mereka terpaksa berutang ke mana-mana untuk memenuhi kebutuhan hidup.

"Kita minta ganti rugi kepada pemerintah, Rp50 ribu per hari, dikalikan 90 hari. Ada 200 nelayan yang didampingi LSM Amdal. Itu perhitungan kerugian para nelayan," ujar Lebrata di dewan Mawardi Badar dan stafnya.

Dalam kesempatan yang sama, selain menuntut ganti rugi, Lebrata juga menyampaikan tuntutan agar Pemko Batam melalui Bapedalda Kota Batam mencabut izin tiga agen tank cleaning (pencucian kapal) yang ada di Kota Batam, yang diduga menjadi penyebab terjadinya pencemaran laut tersebut. Karena selama ini agen tank cleaning dianggap tidak bisa memperhatikan kebersihan lingkungan laut.

Sementara itu, Kepala Bapedalda Mawardi Badar mengatakan dirinya tidak bisa menjawab soal tuntutan ganti rugi dari masyarakat nelayan Rp50 ribu per hari selama tiga bulan. Karena untuk itu, dirinya harus menyampaikannya ke Walikota Batam terlebih dahulu, dan melakukan pembahasan secara bersama.

Namun yang pasti ditegaskan Mawardi, pihaknya telah melakukan penanganan awal terhadap limbah sludge oil yang mencemari sejumlah kawasan pantai di Kota Batam. Bahkan sejak tanggal 16 Januari ketika dilaporkan persoalan tersebut, pihaknya langsung turun ke lapangan. Meskipun hingga saat ini Tim Investigasi belum dibentuk, namun tim penanganan dari Bapedalda sudah melakukan identifikasi awal.

Namun yang pasti sebut Mawardi, tiga agen tank cleaning yakni Bastec yang beralamat di Sekupang Logistik, PLIB yang beralamat di dekat UIB dan Gamter yang beralamat di Kabil Tongkang, semuanya resmi dan memiliki izin dari Kantor Pelabuhan serta Kementerian Lingkungan Hidup (KLH). Tidak ada tank cleaning yang liar.

"Asumsi awal kita datangnya limbah tersebut berasal dari bawaan musim utara. Bisa saja dari perairan Malaysia dan Singapura. Tapi sampai sat ini kita belum bisa memastikannya. Masih harus diinvestigasi. Yang pasti, kita terus melakukan penanganan serius. Soal ganti rugi, kita bahas dulu dengan pak Walikota," jelas Mawardi.

Kejar Pembuang Limbah

Sementara Direktorat Reserse dan Kriminal (Dit Reskrim) Polda Kepri telah mengambil keterangan dari tiga perusahaan resmi yang melakukan pengerjaan tank cleaner di sekitar perairan Batam. Ketiga perusahaan yang wakili masing-masing pimpinan diambil keterangannya tersebut yakni PT PLIB, PT gamter dan PT BSS Tec.

"Kita baru pada tahapan untuk mengambil keterangan dari perusahaan yang biasa menangani tank cleaning," kata Direktur Reskrim Polda kepri, Kombes Basaria Panjaitan, di Mapolda Kepri, kemarin.

Sebelum dibentuknya tim yang merupakan gabungan dari beberapa instansi ini, katanya, kepolisian telah mengambil langkah penyidikan awal dengan melakukan pemeriksaan ke perusahaan yang menangani tank cleaning.

"Setidaknya ada tiga perusahaan tank cleaning yan sudah kita ambil keterangannya untuk menindak lanjuti limbah pencemaran peraiaran Batam," ujarnya. (sm/as/ra/ed)

0 komentar:

  © Blogger template 'Tranquility' by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP